Book: My Autobiography Hardcover
Judul: Book
Penulis: John Agard
Penerbit: Walker Books
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 144 halaman
Bahasa: Inggris
Peresensi: Evyta Ar
Ketika Buku Bercerita tentang Dirinya
Konon, saat menginvasi Skithia, Raja Darius dari Persia menerima sebuah paket yang dibawa oleh utusan bangsa Skithia. Paket tersebut berisi seekor katak, seekor tikus, seekor burung, dan tiga anak panah. Ketiga hewan tersebut tentu saja sudah mati, jika Anda bertanya, dan tidak tersusun sebagaimana mestinya. Apakah karena guncangan selama perjalanan membuat susunan benda tersebut berantakan, atau mungkin memang pada awalnya isi paket tidak disusun oleh si pengirim, Raja Darius menangkap makna dari pesan tersebut bahwa bangsa Skithia ingin menyerah seperti burung yang terbang atau tikus dan katak yang bersembunyi sebelum panah bangsa Persia mendarat di tanah mereka.
Ternyata, pesan yang dimaknai Raja Darius salah dan terbalik. Bangsa Skithia ingin mengirimkan pesan kira-kira begini, “Hei, Darius. Lihat! Kami bangsa Skit tidak akan menyerahkan tanah kami. Jadi, jika Kalian bangsa Persia tidak ingin bersembunyi seperti katak di rawa-rawa, terkubur seperti tikus di dalam tanah, atau terbang seperti burung, Kalian seharusnya berpikir ulang untuk menjajah. Atau anak panah Kami akan mengejarmu.”
Bayangkan, bangsa Skit sudah bersusah payah menangkap katak, burung dan tikus hanya untuk mengirim pesan, tetapi pesan yang diterima salah pula. Sungguh merepotkan, ya? Begitulah kondisi komunikasi masyarakat yang berjarak sangat jauh pada masa sebelum piktograf ditemukan.
Orang-orang kemudian menemukan cara yang lebih mudah untuk berkomunikasi jarak jauh, yakni lewat gambar. Tulisan gambar atau piktograf merupakan permulaan bagi lahirnya alfabet sebagai cikal bakal dari penemuan buku yang sejarah lengkapnya dibahas oleh John Agard di dalam buku yang berjudul Book terbitan Walker Books tahun 2014 dengan cara yang unik.
Buku ini merupakan sebuah nonfiksi yang menyuguhkan sejarah penemuan buku, mulai dari masa di mana tulisan belum lahir sampai masa digital buku-buku elektronik bertebaran. Menariknya, John Agard menceritakan kisah perjalanan sejarah buku menggunakan sudut pandang si buku itu sendiri. Jika selama ini buku menceritakan kisah kita—manusia—di dunia, kini, bukulah yang bercerita tentang dirinya.
Pernah di suatu masa dalam hidupnya, Buku berteman dengan air ketika sebuah perpustakaan apung harus melewati sungai Gangga untuk mendatangi sebuah desa. Banjir telah menghentikan banyak orang untuk pergi ke perpustakaan dan membaca buku.
Di masa lain dalam hidupnya, Buku juga harus berdamai dengan api, ketika banyak diktator dari masa yang berbeda memusnahkan dan membakar buku-buku yang dianggap berbahaya.
Mulai dari zaman Renaisans, masa pencerahan, hingga revolusi industri, Buku telah menjadi bagian tak terpisahkan dari banyak sejarah dan peristiwa di dunia.
Dari tablet tanah liat sampai gulungan papirus. Dari lembaran perkamen kulit hewan hingga kertas dan mesin cetak Gutenberg. Kisah buku diceritakan dengan cara yang sangat cerdas, ringan dan menggelikan.
Book membuat pembaca tersenyum geli atau sekadar berempati dengan perjalanan suka-duka Buku selama hidupnya.
“If you don’t know the trees, you may be lost in the forest. But if you don’t know the stories, you may be lost in life.” (Siberian elder)
#RabuReview #MedanMembaca
Penulis: John Agard
Penerbit: Walker Books
Tahun Terbit: 2014
Tebal: 144 halaman
Bahasa: Inggris
Peresensi: Evyta Ar
Ketika Buku Bercerita tentang Dirinya
Konon, saat menginvasi Skithia, Raja Darius dari Persia menerima sebuah paket yang dibawa oleh utusan bangsa Skithia. Paket tersebut berisi seekor katak, seekor tikus, seekor burung, dan tiga anak panah. Ketiga hewan tersebut tentu saja sudah mati, jika Anda bertanya, dan tidak tersusun sebagaimana mestinya. Apakah karena guncangan selama perjalanan membuat susunan benda tersebut berantakan, atau mungkin memang pada awalnya isi paket tidak disusun oleh si pengirim, Raja Darius menangkap makna dari pesan tersebut bahwa bangsa Skithia ingin menyerah seperti burung yang terbang atau tikus dan katak yang bersembunyi sebelum panah bangsa Persia mendarat di tanah mereka.
Ternyata, pesan yang dimaknai Raja Darius salah dan terbalik. Bangsa Skithia ingin mengirimkan pesan kira-kira begini, “Hei, Darius. Lihat! Kami bangsa Skit tidak akan menyerahkan tanah kami. Jadi, jika Kalian bangsa Persia tidak ingin bersembunyi seperti katak di rawa-rawa, terkubur seperti tikus di dalam tanah, atau terbang seperti burung, Kalian seharusnya berpikir ulang untuk menjajah. Atau anak panah Kami akan mengejarmu.”
Bayangkan, bangsa Skit sudah bersusah payah menangkap katak, burung dan tikus hanya untuk mengirim pesan, tetapi pesan yang diterima salah pula. Sungguh merepotkan, ya? Begitulah kondisi komunikasi masyarakat yang berjarak sangat jauh pada masa sebelum piktograf ditemukan.
Orang-orang kemudian menemukan cara yang lebih mudah untuk berkomunikasi jarak jauh, yakni lewat gambar. Tulisan gambar atau piktograf merupakan permulaan bagi lahirnya alfabet sebagai cikal bakal dari penemuan buku yang sejarah lengkapnya dibahas oleh John Agard di dalam buku yang berjudul Book terbitan Walker Books tahun 2014 dengan cara yang unik.
Buku ini merupakan sebuah nonfiksi yang menyuguhkan sejarah penemuan buku, mulai dari masa di mana tulisan belum lahir sampai masa digital buku-buku elektronik bertebaran. Menariknya, John Agard menceritakan kisah perjalanan sejarah buku menggunakan sudut pandang si buku itu sendiri. Jika selama ini buku menceritakan kisah kita—manusia—di dunia, kini, bukulah yang bercerita tentang dirinya.
Pernah di suatu masa dalam hidupnya, Buku berteman dengan air ketika sebuah perpustakaan apung harus melewati sungai Gangga untuk mendatangi sebuah desa. Banjir telah menghentikan banyak orang untuk pergi ke perpustakaan dan membaca buku.
Di masa lain dalam hidupnya, Buku juga harus berdamai dengan api, ketika banyak diktator dari masa yang berbeda memusnahkan dan membakar buku-buku yang dianggap berbahaya.
Mulai dari zaman Renaisans, masa pencerahan, hingga revolusi industri, Buku telah menjadi bagian tak terpisahkan dari banyak sejarah dan peristiwa di dunia.
Dari tablet tanah liat sampai gulungan papirus. Dari lembaran perkamen kulit hewan hingga kertas dan mesin cetak Gutenberg. Kisah buku diceritakan dengan cara yang sangat cerdas, ringan dan menggelikan.
Book membuat pembaca tersenyum geli atau sekadar berempati dengan perjalanan suka-duka Buku selama hidupnya.
“If you don’t know the trees, you may be lost in the forest. But if you don’t know the stories, you may be lost in life.” (Siberian elder)
#RabuReview #MedanMembaca
No comments: